Pages

Jumat, 06 Juni 2014

Dua Untuk Keseimbangan
Oleh: La Arcan
Ketua Umum HMI (MPO) Komisariat Bulan Sabit,Kendari


Menyaksikan perkembangan pemilihan presiden (Pilpres) akhir – akhir ini, saya cukup yakin yang menang itu adalah yang seimbang dan sederhana. Hampir tiap penjuru, rakyat berbondong – bondong menyatakan simpati. Jadi relawan pada capres – cawapres yang saya  “rasakan” ini.
Pilpres yang jatuh pada tanggral 9 juli 2014, akan melahirkan kepala negara  yang sederhana, apa adanya, tidak neko –neko, ulet, jujur, cerdas, bertanggung jawab, merakyat, dan punya etos kerja yang jelas terhadap negeri ini. Dan saya melihat salah satu kandindat yang memenuhi dan memiliki point – point diatas hanyalah dua untuk keseimbangan.  Yang satu lebih tua tapi cepat mengambil keputusan. Dan yang dua  apa adanya tapi cepat kerja. Inilah substansi daripada dua untuk keseimbangan.
Kita melihat bahwa capres/cawapres yang mendukung dua kubu calon tersebut sangat jelas sekali kualisi pragmatis politiknya. Dan ini di buktikan dengan beberapa partai  yang punya kepentingan pada pilpres nanti. Kita kembali melihat beberapa fraksi – frasksi yang mendukung calon presiden, yang dimana kita melihat bahwa calon nomor satu (1) didukung oleh 7 partai. Diantaranya adalah partai Gerindra, PAN, Golkar, PBB, PPP, Demokrat, dan PKS sementara partai yang koalisi dengan calon nomor urut dua (2) hanya 5 partai yakni,  PDIP, PKB, PKPI, Nasdem, dan Hanura. Jadi secara parlemen dan partai  nomor urut (1) satulah yang naik sebagai Presiden Indonesia periode 2014-1019.
Bisa saja multipartai menjadi masalah ketika pemilu capres/cawapres 9 juli 2014 mendatang menghasilkan pemerintahan terbelah, Ketika pemenang pilpres dalam pemilu langsung tidak mendapatkan dukungan signifikan di DPR karena perolehan suara partai pengusung capres/cawapres, dianggap tidak cukup untuk memback up program-program pemerintah seperti yang dialami SBY pada pemerintahannya periode 2004 – 2009. Jadi inilah yang menjadi kajian rakyat bersama agar pilpres 9 juli 2014 nanti bisa melahirkan pemimpin yang nantinya akan didukung oleh DPR dan tidak kembali lagi pada pemerintahan SBY pada periode 2004-2009 yang lalu.

Saya mengutip pernyataan Samuel Huntington, dia menegaskan bahwa dalam konteks pembangunan politik, yang terpenting bukanlah jumlah partai yang ada, melainkan sejauh mana kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian yang berlangsung. Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik.

Sistem multipartai harus dibarengi dengan kualitas kinerja parpol. Bukan hanya sekedar kualisi yang dimana hanya untuk kepentingan dan politik pribadi dan partainya. Sehingga output model perpolitikan pilpres yang tidak berhukum nantinya akan melahirkan tuyul – tuyul partai dan jebolnya sistem pemerintahan yang kita cita – citakan bersama.

Sebagaimana dinyatakan dalam Undang – Undang Pemilu, tujuan dari sistem pemilu adalah melaksanakan kedaulatan Rakyat dan tercatat dalam Pasal. 1 ayat 1 dan membentuk pemerintahan perwakilan juga tersuratt dalam Pasal 1 ayat 3 dan 4 .Dan ini merupakan suatu ketentuan yang sejalan dengan prinsip demokrasi bersama dan merakyat. Akan tetapi di dalam perwujudan dan pengoperasiannya, biasanya penguasa menjuruskan tujuan tersebut untuk membangun legitimasi bagi suatu pemerintah yang stabil dan kuat melalui mobilisasi politik. Maka operasi pemilu secara demokratis yakni menyeimbangkan tujuan operasional tersebut dengan penggunaanya sebagai alat perjuangan kepentingan rakyat melalui pertisipasi politik dan sosialisasi politik, menjadi terabaikan alam.

Saya melihat bahwa nomor urut dua (Jokowi- JK) merupakan salah satu calon presiden yang dirindukan oleh rakyat Indonesia. Dan nomor urut dua ini punya bahasa filosophi tersendiri yakni nomor keberuntungan untuk bangsa indonesia raya ini. Maka dari itu saya mengajak kepada masyarakat untuk kemudian melihat dengan mata kita, mendengar dengan telinga kita, dan berbicara dengan suara kita untuk memilih pemimpin rakyat yang lahir karena suara, aspirasi, sepenanggungan, se visi dan se misi dari rakyat.
Jokowi-JK yang tepat jadi pemimpin negeri ini. Karena Jokowi – JK pemimpin yang sederhana. Yang dimana kesederhanaanya bisa kita lihat dari kpribadiannya yang dia miliki, dan juga apa yang menjadi visi – misinya terlahir dari masyarakat. sehingga apa yang dia perjuangkan insya Allah hanya untuk kemajuan rakyat indonesia.

Jokowi-JK adalah orang yang konsisten dan komitmen memperjuangkan aspirasi rakyat sebagai konstituennya. Tidak hanya menjadikan rakyat sebagai "sapi perah", ketika suaranya hanya dibutuhkan pada saat pemilu. Maka dari itu sudah saatnya masyarakat indonesia merekomendasikan Jokowi-JK sebagai presiden negara indonesia.

Masyarakat memilih pemimpin yang menurut mereka itulah yang baik diantara yang terbaik untuk memimpin negeri ini. tetapi segelintir masyarakat ketika menentukan pilihannya kadang mereka lihat dari parpol yang dimana mereka di usung. Bobot suatu sistem pemilu dan kepartaian lebih banyak terletak pada nilai demokratis didalamnya, dalam artian hanya terkait dengan bagaimana pemilu dapat memberikan hak kepada setiap pemilih untuk memberikan suaranya sesuai dengan keyakinan pilihannya, dan bagaimana setiap kontestan pemilihan akan memperoleh dukungan secara adil, yaitu peluang yang sama bagi setiap kandidat untuk meraih kemenangan.

Sebagai warga negara indonesia berhak menentukan pilihannya demi pemimpin merakyat, dan bertanggung jawab. Jangan golput karena golput bukan solusi dan hanya akan menyengsarangkan rakyat dan anak bangsa. Tunjukan bahwa masyarakat yang menentukan kegagalan dan keberhasilan indonesia raya ini.
Bukan rakyat indonesia ditanggal 9 juli 2014 nanti mereka golput. Karena rakyat indonesia punya tanggung jawab yang signifikan dalam penentuan maju dan mundurnya bangsa indonesia. Jangan kita biarkan pilpres nanti melahirkan penguasa. Dengan suara kita di tanggal 9 juli 2014 nanti sehingga aka menghasilkan (output) pemimpin ideal. Sehingga pemerintah dan rakyat indonesia tidak terjadi kesenjanggan sosial. Akhirnya di tanggal 9 juli 2014  nanti dengan suara rakyat meghasilakan  pemimpin yang diridhoi oleh Allah SWT. YAKUSA