Pages

Selasa, 05 November 2013

Masyarakat Desa Taduasa Menginginkan PILKADES secepatnya


             HIMPUNAN PELAJAR MAHASISWA PEMUDA     TADUASA
(Taduasa Students and Young Association)
                         Sekretariat: Jl.  Langkalase Tadusa.Arcantds@yahoo.com HP 081342424885
 


“Tiap – tiap kamu adalah pemimpin dan tiap – tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya sesuai dengan apa yang dipimpinnya”
(H.R. Bukhari - Muslim)
Eksistensi di desa Taduasa kotemporer ini sangat memprihatinkan, terkait dengan terpulangnya almarhum  kepala Desa Taduasa (La Ode Rahmat) yang dimana beliau baru menjabat 4 bulan sebagai kepala Desa Taduasa dia sudah meninggalkan amanah besar dari masyarakat.  Sehingga mengingat kondisi pemerintahan desa taduasa yang sudah di ujung tanduk ini. Kami atas nama keluarga besar masyarakat taduasa menginginkan secepatnya Pemilihan Kepala Desa Taduasa untuk mengantisipasi kemacetan dan kurang berfungsinya elemen politik pemerintah Desa Taduasa khususnya dan tidak menimbulkan kontra atau konflik di tengah – tengah masyarakat Desa Taduasa Umumnya.
“Ada Radio Gram Bupati belum lama ini, penegasan bahwa demi stabilitas dalam pelaksanaan PILLEG, maka tidak ada PILKADES dari sekarang sampai dengan selesainya PILLEG dan ini bersifat general desa se Kab. Buton ”
Tetapi belum lama ini ada pemilihan kepala Desa di Talaga Raya II  tepat pada hari minggu 27 oktober 2013. Dan ini bukan hanya terjadi di Desa Talaga Raya II, tapi masih ada juga di desa lain, seperti di Kadatua dan Lakudo yang telah menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa tersebut.
Bahkan  beliau mengatakan juga bisa pemilihan kepala Desa Taduasa asalkan salah satu calon Kepala Desa Taduasa sama – sama dengan laskar UB untuk menghadap bupati. Kami menilai apa yang dikatakan oleh pak Camat baru – baru ini tak berdasar baik dari segi aturan maupun fungsi camat sebagai perpanjangan tangan bupati diwilayah kecematan. Ini menunjukan fungsi camat tidak ada dalam persoalan ini, sehingga kami beranggapan bahwa pernyataan camat sarat dengan kepentingan politik.  
HIPERMAMUTAS sebagia bagian dari elemen masyarakat Taduasa khususnya meminta agar pemerintah kecamatan Batuatas lebih fokus dan konsisten merealisasikan keinginan Masyarakat Desa Taduasa mengingat tidak adanya kepala Desa Taduasa. Kami menekan kepada camat batuatas agar lebih profesional dan terukur dalam mengkaji kebijakan pemerintah  saat ini sehingga tidak terkesan ikut – ikutan. Artinya bahwa camat batuatas harus lebih realistis dalam mengkaji persoalan kebijakan pemerintah. Mengingat persoalan desa sampai saat ini belum sepenuhnya direalisasikan, bahkan gaji Kaur – kaur, BPD, dan uang ADD desa taduasa mengalami ketidakjelasan. Mengenai untuk secepatnya terbentuk kepala desa ini, kami meminta pemerintah  Kec. Batuatas dalam hal ini Camat Batuatas yang menjadi ikon utama.  Jika tidak dipenuhi, maka kami atas nama HIPERMAMUTS Kec. Batuatas secara kelembagaan menyerukan kepada Camat Batuatas secara penuh untuk segara mengundurkan diri dari jabatannya sebagai konsekuensi dari janji  politiknya yang disampaikan pada saat menjawab keinginan masyarakat taduasa . kami juga menilai bahwa pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah atas nama Camat Batuatas saat ini sangat tidak menyentuh kebutuhan masyarakat tetapi hanya mengejar kepentingan politiknya semata.

Billahi Tawfik Wal Hidayah As. Wb                     Kendari, 06 November 2013


Pemerhati Masyarakat Wacuata






























Kamis, 10 Oktober 2013

Pentingnya Memahami Hikmah Halal Bi Halal


Pentingnya Memahami Makna dan Hikmah Halal bi Halal
Berbicara Halal bi Halal berarti kita berbicara bagaimana kita menyatukan persepsi kita menuju masyarakat yang di ridhoi oleh Allah SWT. “Minal Aidin Wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin.” Untaian kalimat itu yang paling banyak terdengar ketika momentum Idul Fitri. Alhamdulillah, Lebaran telah tiba dan proses halal bihalal sudah berlangsung.
Bagi kita Umat Islam, Idul Fitri bukan sekadar perayaan ritual semata. Idul Fitri yang memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian menjadi momentum yang berbahagia. Bagaimana tidak, di saat Idul Fitri, sebagaimana diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti suci, Umat Islam lahir ‘kembali’ seorang manusia yang tidak dibebani dosa apapun. Bagaikan kelahiran seorang anak, yang diibaratkan secarik kertas putih.
Jika kita kembali pada sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah SAW, sahabat, para tabi’ dan tabi’ tabi’in bahkan hingga saat ini, maka kita tidak akan mendapatkan istilah Halal bi Halal kecuali Silatu Rahim. Meskipun Istilah Halal bi Halal ini berasal dari bahasa Arab yang berarti “Halal dengan yang halal” atau “sama-sama saling menghalalkan” atau kadang pula diartikan dengan “saling maaf memaafkan/saling menghalalkan dosa masing-masing” namun terdapat kerancuan pemahaman di kalangan orang Arab itu sendiri (ashab al-lughah) terhadap penggunaan dan maksud dari istilah ini. Budaya saling memaafkan ini lebih populer disebut halal-bihalal. Fenomena ini adalah fenomena yang terjadi di Tanah Air Indonesia khususnya umat islam di seluruh penjuru dunia, dan telah menjadi tradisi di negara-negara rumpun Melayu. Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling memberi kasih sayang. Kata halal memiliki dua makna. Pertama, memiliki arti ‘diperkenankan’. Dalam pengertian pertama ini, kata halal adalah lawan dari kata haram. Kedua, berarti “baikâ”.  Dalam pengertian kedua, kata “halal” terkait dengan status kelayakan sebuah makanan.
Dalam pengertian yang lebih luas, halal-bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Keberadaan Lebaran adalah suatu pesta kemenangan umat Islam yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani. Dalam konteks sempit, pesta kemenangan Lebaran ini diperuntukkan bagi umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka yang dengan dilandasi iman. Menurut Dr. Quraish Shihab, halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317).
Dalam pengertian yang lebih luas, halal-bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Keberadaan Lebaran adalah suatu pesta kemenangan umat Islam yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani. Dalam konteks sempit, pesta kemenangan Lebaran ini diperuntukkan bagi umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka yang dengan dilandasi iman. Menurut Dr. Quraish Shihab, halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317).
Pada ayat ini, telah mengisyaratkan akan adanya sifat pemaaf, yang kemudian pada ayat 237 surah Al-Baqarah disebutkan bahwa :
 “Dan jika kamu memaafkan, maka hal itu lebih dekat kepada takw”
Memaafkan orang lain sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh baginda Rasulullah SAW di awal dakwahnya, bahkan beliau mendoakan mereka yang ingkar dan telah melukainya di saat Jibril as meminta kepadanya untuk memohon balasan atau azab Allah bagi mereka, merupakan suatu kesabaran dan keteguhan hati dalam meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Hal senada pun akan dijumpai dalam berpuasa pada bulan Ramadhan, dimana dengan berpuasa akan melatih kesabaran dan membentuk keperibadian dalam meraih tujuan utama dari puasa yaitu:
 Agar kamu bertakwa” (QS.Al-Baqarah:183)
Sehingga para ulama yang menyebarkan islam di Indonesia, di saat menjawab pertanyaan-pertanyaan orang awam tentang perbedaan Silatur Rahmi pada hari-hari biasa dan pada hari Ied, mereka lebih menyederhanakan perbedaan tersebut dengan Istilah baru yaitu Halal bi Halal, yang dapat berarti bahwa bersilatur rahmi di hari biasa boleh jadi Haram bi Halal atau orang yang menjalin hubungan telah berbuat salah dan dalam keadaan biasa-biasa saja terlebih lagi di Indonesia, ungkapan silatur rahmi lebih diterjemahkan dengan sekedar berziarah. Sedangkan bersilatur rahmi setelah Ied merupakan refleksi dari pembentukkan keperibadian di saat berpuasa sehingga orang yang menjalin dan dijalin silatur rahmi dalam keadaan suci, sadar dan ikhlas untuk memaafkan dan dimaafkan serta memperbaiki hubungan yang telah kusut.
Makna dari Halal bi Halal ini akan lebih bermakna jika puasa yang dilakukan benar-benar sempurna dan mampu meraih tujuan utama dari puasa itu sendiri yaitu meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Karena Rasulullah SAW bersabda :
 “Banyak sekali orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar” (HR.Nasai, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan niat dan tujuan dalam berpuasa. Jika kita ingin melakukan perjalanan ke suatu tempat, mislanya dari Ambon menuju Jakarta, maka niat kita bukan sekedar berangkat ke Jakarta dan tujuan kita bukan semata-mata karena ingin sampai atau tiba di bandara maupun pelabuhan yang ada di Jakarta, melainkan masih banyak tujuan-tujuan utama lainnya yaitu ingin mengagumi kemegahan kota metropolitan, bersilatur rahmi dengan sanak saudara, berbelanja ataupun berekreasi dan bertamasya. Begitu pula halnya dengan berpuasa, dimana niat berpuasa bukan sekedar melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, malu dengan tetangga atau takut dihina. Dan tujuan berpuasa bukan karena ingin sampai dan tiba di pelabuhan idul fitri saja melainkan masih banyak tujuan utama lainnya yang akan menjadikan kita sebagai orang yang bertakwa.
Kesadaran akan niat dan tujuan inilah yang akan mendukung pelaksanaan puasa guna membentuk keperibadian yang sebelumnya mati rasa menjadi sensitive dalam merasa dan memperoleh banyak bekal lahir maupun batin sebagai tabungan di tempat tujuan. Di saat tiba di pelabuhan Idul Fitri, begitu kaget dan tercengan akan kebesaran, kemegahan dan kemuliaan Allah SWT seraya bertakbir :
 “Maha besar Allah, Maha besar Allah, Maha besar Allah bagi-Mu segala puji”
Pujian yang bukan sekedar lantuman nada melainkan pujian hakiki yang muncul dari dalam diri yang senantiasa akan membuat orang semakin betah dan bergegas mencari sanak saudara untuk bersilatu rahmi.
Kalimat Silatu Rahmi tersusun dari dua kata yaitu Shilah yang berarti “Hubungan” dan Rahmi yang berarti “Kerabat”, “Rahim dimana janin berada” atau “Kasih sayang”. Secara harfiah, Silatu Rahmi berarti “menjalin hubungan tali kekerabatan” atau “menjalin hubungan kasih sayang”. Secara istilah, oleh Al-Maraghi mendefinisikannya dengan menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan secara sungguh-sungguh karena Allah SWT. Sebagaimana firmannya dalam Surah Ar-Ra’d:21 :
 “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”.
As-Shiddiqi dalam Al-Islam, membagi Silatu Rahmi kepada dua bagian, Silatu Rahmi umum dan Silatu Rahmi khusus.
Silatu Rahmi umum yaitu silatu rahmi kepada siapa saja, seagama maupun tidak seagama, kerabat dan bukan kerabat. Di sini kewajiban yang harus dilakukan adalah: menghubungi, mengasihi, berlaku tulus, adil, jujur, berbuat baik dan hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Silatu rahmi ini di sebut juga dengan silatu rahmi kemanusiaan.
Silatu Rahmi khusus yaitu silatu rahmi kepada kerabat dan kepada yang seagama yaitu dengan cara membantunya dengan harta, tenaga, menolong dan menyelesaikan hajatnya, berusaha menolak kemudharatan yang menimpa serta berdoa dan membimbing agamanya.
Dengan bersilatur rahmi, maka akan timbul rasa kasih sayang diantara sesama, dan kasih sayang ini akan menyempurnakan keimanan. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
 “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian benar-benar beriman, dan kalian tidak akan sampai meraih keimanan dengan benar sampai kalian saling mencintai dan mengasihi diantara sesama, maukah aku tunjukkan suatu perkara apabila kalian laksanakan maka kalian akan saling mencintai dan mengasihi “sebarkanlah salam diantara kalian” (HR.Muslim).
Hadis ini menunjukkan akan pentingnya Silatu Rahmi meskipun dimulai dengan hal yang dianggap remeh dan mudah yaitu dengan mengucapkan salam dan tegur sapa yang akan melahirkan keakraban dan kepedulian terhadap sesama. Meskipun mudah namun kadang sulit untuk diterapkan, padahal Rasulullah SAW bersabda :
“Kebaikan yang paling cepat balasannya adalah berbuat kebaikan dan silatu rahmi”
Sungguh agung dan mulia ajaran Islam yang menyeru ummat islam untuk saling kenal mengenal dan menjalin hubungan persaudaraan dan menggalakkan sikap peduli terhadap sesama. Dan islam pun mengunci kuat pintu-pintu konflik dan menutup rapat potensi permusuhan.sebagaimana dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mengancam orang-orang yang memutuskan tali silatu rahmi :
 “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silatu rahmi” (HR.Muslim).Dan :
 “Barang siapa yang bertengkar dengan saudaranya melebihi tiga hari maka tidak akan diterima amal keduanya hingga keduanya rujuk kembali dan yang pertama rujuk adalah yang paling baik”
Kesemua itu menunjukkan bahwa amal dan peribadatan seorang hamba tidak akan sempurna tanpa memperbaiki hubungan silatu rahmi. Dengan kata lain, hubungan antara Allah dan seorang hamba (hablun minallah) akan sempurna jika hamba itu menjaga dan menjalin hubungan antar sesama (hablun minannas).
Dengan bersilatur rahmi akan menyempurnakan keimanan kepada Allah SWT, terutama jika silatu rahmi yang dijalin benar-benar atas dasar saling menghalalkan dosa-dosa/memaafkan masing-masing dengan ikhlas. Maka bekal atau modal yang telah kita peroleh selama bulan ramadhan tidak berkurang, bahkan telah mendapatkan bantuan teman/kerabat yang akan mengantar berbelanja bukan sebatas pada kebutuhan primer seperti shalat wajib dan puasa wajib saja, melainkan mampu memborong barang-barang kebutuhan sekunder dan lux seperti shalat sunnah dan sebagainya. Dan akan menjadi orang yang benar-benar menikmati tamasya dan rekreasi di akherat kelak.
Adanya perbedaan penyebutan antara Silatu Rahmi pada hari biasa dan Ied yang lebih dikenal di Indonesia dengan Halal bi Halal disebabkan pula oleh kemuliaan bulan Ramadhan sebagai penghormatan terhadap keutamaan dan kelebihan, serta bulan Syawal sebagai bulan bertambah dan meningkatnya amal dan bonus atau discount untuk menutupi kekurangan yang ada pada bulan Ramadhan dengan berpuasa selama 6 (enam) hari di bulan syawal. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
 “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan berpuasa selama enam hari di bulan Syawal, maka ia telah berpuasa selama satu tahun penuh. (HR.Muslim).
Semoga segala kekurangan amal perbuatan pada bulan Ramadhan dapat tertutupi dan ditingkatkan di bulan Syawal ini dengan Silatu Rahmi ataupun Halal bi Halal serta meningkatkan amal ibadah lainnya demi menyempurnakan keimanan menjadi insan kamil yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT.
`Untuk menambah keyakinan kita, ada baiknya kita membaca kisah khalifah Umar. Dikisahkan, pada suatu malam di bulan Ramadan, Umar mengajak pembantunya berkeliling kota. Semua rumah gelap menandakan penghuninya sudah tidur. Ada satu rumah yang pintunya masih terbuka sedikit, karena tertarik Umar mendatanginya. Ternyata ada tangisan seorang anak yang suaranya hampir habis karena kelelahan. Mengapa anak itu menangis terus, sakitkah? Tanya Umar bin Khattab. Ibu anak itu menjawab, “Tidak, dia menangis karena kelaparan.” Umar melihat di dalam ada tungku yang menyala di atasnya ada kuali yang menandakan si ibu sedang memasak.  Apa yang sedang ibu masak? Tanya Umar kembali. Si ibu mempersilahkan tamu yang tak dikenalnya itu untuk melihat sendiri isinya. Betapa terpananya Umar ketika melihat isi kuali itu batu. “Mengapa ibu merebus batu?” Tanya Umar. Ibu itu menjawab, “Supaya anak saya melihat ibunya sedang memasak dan berhenti menangis. Itu yang dapat saya lakukan sampai tuan datang.” Terharu Umar mendengarnya. Matanya tertunduk dan menggeleng sedih. Saat itu pembantunya mengatakan, “Apakah ibu tidak tahu di Madinah ada Amirul Mukminin tempat ibu dapat mengadukan keadaan ibu untuk mendapatkan pertolongannya?” Langsung Ibu itu menjawab,
 “Andai di kota ini ada seorang Khalifah, maka dialah yang seharusnya datang kepada kami untuk melihat nasib kami, rakyatnya yang kelaparan.”
Mendengar ucapan itu Umar bin Khattab langsung lemas dan bergegas pergi mengajak pembantunya mengambil sepikul gandum. Umar pun memanggul sendiri gandum untuk rakyatnya yang sedang kelaparan. Kisah itu menggambarkan betapa kokohnya spiritual seorang pemimpin (Umar) dan seorang rakyat jelata (ibu) yang miskin tetapi memelihara prinsip tawaru atau menjaga diri dari sikap meminta-minta. Di sisi lain, ada kekuatan spiritual seorang pemimpin yang menyadari dan menyesali kelalaiannya melayani rakyat. Sebagai umat Islam yang hidup di zaman modern, kita berharap agar nilai-nilai yang dijalankan Khalifah Umar bin Khattab masih dapat dijalankan oleh para pemimpin di negeri ini yang mayoritas berpenduduk Islam. Kita juga berharap, ketika kita benar-benar menjadi pemimpin umat kelak, dapat memberikan pelayanan kepada rakyat, khususnya rakyat yang tengah dilanda kelaparan dan kesusahan. Dengan berpuasa, kita berharap dapat meningkatkan rasa kepekaan terhadap kondisi sosial. Sebagai manifestasi kesalehan individual dan sosial, puasa menjadi sangat penting ketika mampu menciptakan kondisi kondusif untuk terjadinya perubahan demi terciptanya masyarakat yang egaliter, toleran, dinamis dan beradab. Dan, orang yang mampu menciptakan masyarakat seperti itu sudah mendekati ambang puasa ideal.










Kamis, 21 Maret 2013

Merubah Ideologi Gerakan IMM Dalam Tantangan Modern


Merubah Ideologi Gerakan IMM dalam Tantangan Moderen
Oleh : La Arcan
Sedikit merefleksi kembali tentang pergerakan IMM selama lebih dari 43 tahun berdiri, IMM telah menunjukan eksistensinya dan kiprahnya bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. IMM bukan hanya telah melahirkan banyak alumnus yang tersebar di berbagai link kehidupan bangsa dan negara, tapi juga IMM turut mewarnai sejarah modern Islam Indonesia. Itu semua disebabkan lihainya kader IMM dalam merekrut mahasiswa untuk menyandang gelar IMMawan dan IMMawati sehingga mereka berpradigma holistik mengenai idealnya ideologi IMM itu sendiri. Berbagai model alumnus lahir dari rahim perkaderan IMM. Berbagai tipe alumnus telah bermunculan dari pembelajaran di IMM. Kiprah alumni tumbuh dan progres sesuai panggilan jiwa ke-IMM-annya masing-masing. Free choice to life, seidealnya cara berpikir yang dirindukan setiap kader atau sekomunitas kader IMM dalam kehidupan berorganisasi.
Tapi sayangnya tidak semua alumni IMM selaku kader yang berkiprah dan berperan sebagai aktivis dakwah bisa menjadi teladan. Semua itu disebabkan karena kader tidak mau tahu tentang substansinya. Sehingga kader akan tertelan oleh waktu dan jaman. Dan kader inilah kader yang akan mencederai citra organisasi dimana dia berada. Tapi, sebagian besar kader adalah orang-orang yang hidup dan bukan bersimulasi hidup dan tampil wajar, sesuai profesi masing-masing. Tantangan IMM saat ini sudah menjadi lebih berat.   Kondisi internal dan eksternal yang dinamis, dengan berbagai warna dan dinamikanya, sangat   menuntut adaptasi, kreasi peran, serta kiprah baru yang relevan dan produktif.
IMM juga punya tugas dimana tugas ini adalah mengambil peran konstruktif dalam rangka memajukan bangsa ini. Tentu peran ini bisa dilakukan sebanyak mungkin dengan menciptakan karya berguna bagi bangsa. Secara internal, perkaderan IMM musti diarahkan untuk mendorong kader punya gairah dan kemampuan akan kekaryaan yang kuat. Kotemporer ini bukan lagi saatnya kader-kader IMM bermalas-malasan dan berpangku tangan. Inilah saantya IMM harus berkarya dan bila perlu berprestasi. Ke depan, kader-kader IMM adalah kader-kader yang mempunyai kapasitas mumpuni baik dalam hal profesionalitas maupun kepemimpinan. Dalam konteks ini, dibutuhkan dua jalan yang musti ditempuh untuk menciptakan kader yang unggul. Pertama adalah melalui pendidikan. Kader-kader HMI musti diarahkan agar mencintai bidang ilmu yang ditekuninya sehingga ia akan benar-benar menguasai dan profesional di bidang keilmuannya tersebut. Ia didorong agar bisa melanjutkan jenjang studi yang setinggi-tingginya agar ilmu yang dikuasainya bisa berkembang dan suatu saat benar-benar berguna bagi masyarakat. Kedua, melalui perkaderan yang dilakukan di IMM diharapkan akan menciptakan sosok kader yang bukan hanya pintar secara akademis atau organisasi, akan tetapi juga punya jiwa independensi yang tinggi. Apa gunanya seseorang berilmu tinggi jika jiwanya adalah jiwa yang oportunistik. Perkaderan di IMM akan menciptakan sosok-sosok yang independen sehingga dalam berbuat ia hanya takut kepada Allah dan tidak mudah tergoda oleh tawaran material atau kenikmatan sesaat.
Sebagai organisasi Dakwah, IMM tetap penting dan strategis. Lahan garap mahasiswa, komunitas kaum muda terdidik, adalah wilayah yang lebih unggul daripada kelompok muda lain. Meski tidak sepenting pada zaman pra-kemerdekaan, 1950 sampai 1970, posisi serta peran mahasiswa tetap penting. Mahasiswa mempunyai peluang dan kesempatan untuk melakukan mobilitas sosial menjadi kelas menengah, pada berbagai bidang kehidupan yang semakin terbagi-bagi oleh proses modernisasi. IMM akan tetap hidup, tegak dan terus mampu menjalankan tugas sejarahnya, jika secara sungguh-sungguh mengonsentrasikan diri pada pengaderan mahasiswa yang dengan tajam diorientasikan kepada lahirnya komunitas kelas menengah yang mempunyai kedalaman akademik, intelektual, kemahiran, ketrampilan teknokratis, serta komitmen sosial-politik yang memadai. Tentu, semua dipayungi komitmen dan landasan keislaman yang cukup.
Dalam kaitan tersebut, IMM perlu menjaga, merawat, dan menajamkan pengaderan anggotanya dengan aksentuasi pada beberapa hal pokok. Pertama, pengkajian dan pendalaman Islam adalah sisi mutlak. Kader sangat perlu dibekali wawasan dan inspirasi, pengetahuan, kesadaran dan spirit pergerakan, serta tubuh dan api Islam. Tentu, Islam dalam pengertian dan wajah modernis, pluralis, damai, kontekstual, dan bervisi masa depan. Kedua, pengembangan tradisi intelektual sangat penting dijaga dan dibangkitkan kembali. Itulah salah satu karakter yang menjadi bagian sejarah IMM. Jika sekarang intelektualitas dan tradisi intelektualisme agak menurun, tidak ada jalan lain kecuali menggali kembali "harta karun" tradisi intelektual yang dulu pernah berkembang. Ketiga, pengembangan tradisi kepemimpinan yang demokratis dan mengakar. IMM masih berpotensi menjadi salah satu ladang bagi lahirnya kepemimpinan sipil dari kalangan Islam moderat -berpaham nasionalis-religius Islam. Kader-kader IMM, baik yang terjun lebih cepat ke jalur partai politik, menjadi akademisi atau jalur intelektual di kampus, maupun yang menempa diri di jalur LSM, dituntut tidak hanya mampu dan matang secara dakwah, politik, terampil berorganisasi, dan mahir berkomunikasi sosial, tapi juga semakin dituntut untuk membangun basis dan akar politik yang memadai.
Banyak pula kalangan yang beralasan mengenai kemunduran/kemerosotan IMM dengan mengatakan bahwa IMM tidak merosot sendirian karena toh ormas mahasiswa lain juga mengalami kemerosotan. IMM masih survive akan tetapi tentunya perlu ditilik ulang survive yang seperti apa. Bagi penulis menghibur diri semacam itu bukan cara yang baik bahkan dapat menyesatkan. Tentunya, alangkah lebih baik tentunya jika kita dapat jujur dalam melihat cermin diri kita akan kondisi kekinian IMM. Bukankah suatu kewajiban bagi IMM untuk mendahulukan prinsip the right man on the right place untuk membangun IMM lebih baik bukan the wrong man on the wrong place because  political  oriented  an  sich . Kini kita memasuki abad ke-21 yang penuh tantangan di mana peran dan fungsi tentunya yang harus dikedepankan untuk membawa IMM kembali menjadi organisasi bagi kader umat dan kader bangsa yang menjadi kebanggaan dan harapan masyarakat Indonesia. Buat apa berstatus pengurus Komisariat, pengurus Korkom, pengurus Cabang, pengurus DPD dan DPP tapi tidak dapat memberikan kemajuan bagi IMM. Kemudian dari segi pendanaan organisasi, tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan IMM hanya mengandalkan Pengedaran Proposal bagi kegiatan yang dilakukan tanpa memikirkan transparansi penggunaan dana kepada donatur atau alumni yang telah memberikan dana bantuan tersebut. Selain itu menurut penulis, kini banyak kader maupun alumni yang senang hanya beromantisme sejarah belaka bahkan ada yang melakukan kultus individu terhadap beberapa tokoh IMM. Menurut penulis, rasa kagum merupakan hal yang wajar asalkan kita senantiasa berupaya untuk memperbaiki diri tetapi jangan sampai menjadi kultus individu atau romantisme akut tanpa melihat kondisi kekinian.
Mencermati kondisi saat ini, maka mendesak untuk melahirkan cara pandang baru yang lebih proporsional terhadap sejarah masa lalu. Sehingga dibutuhkan kacamata yang lebih jernih untuk memandang. Sejarah bukan untuk dimitoskan. Prestasi masa lalu tak untuk disanjung- sanjung. Sejarah adalah pelita dan masa lalu adalah lilin penerang bagi masa yang akan datang. Setidaknya semangat ( ghirah ) untuk terus menggelorakan nilai-nilai perjuangan IMM dalam berperan secara nyata bagi umat dan bangsa mutlak untuk senantiasa dipupuk dan diimplementasikan. Hal ini tentu bukan hanya sekadar berani tampil beda. Tapi, kesanggupan merumuskan gagasan-gagasan yang kreatif dan produktif bagi kebangkitan kembali IMM.
Ibarat air sungai, nampaknya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) saat ini sudah sangat jauh dari mata air. Bahkan boleh jadi sudah mendekati muara. Kejernihan air sungai semakin keruh tidak lagi terlihat warna aslinya sebab bercampur dengan ragam "limbah" di sepanjang aliran. Kalaupun nampak kejernihan itu, barangkali hanya bisa dilihat dari catatan sejarah "kebesaran IMM" dan penuturan alumni yang telah mewarnai panggung sejarah Indonesia. IMM nampak kering dan miskin akan nilai-nilai intelektual dan akademis. Budaya organisasi yang mengarah pada tumbuhnya pemikiran baru tidak lagi nampak dan hanya tinggal kenangan. Kondisi IMM yang demikian tentu bukan terjadi tanpa dibarengi sebab, dan dari sadar akan sebab itulah kita bisa secepatnya mengembalikan IMM dalam jalur yang semestinya. Orientasi kader dalam memaknai IMM sebagai wadah perjuangan keumatan dan kebangsaan adalah problem yang sudah lama terkena polusi oleh orientasi politis. Tidak salah memang orientasi ini tumbuh, sebagai salah satu soft skill politik yang semestinya dimiliki kader IMM. Disamping pendewasaan politik bagi setiap kader. Namun budaya yang memacu tumbuhnya nilai-nilai intelektual semestinya tidak boleh ditinggalkan, lebih ditonjolkan, dan mulai kembali dibangun. Sebab IMM menjadi besar dan berkembang tidak semata karena track record para kader dalam bidang politik semata. Justru melalui dimensi pemikiran dan pergerakan itulah IMM memiliki nilai plus.