Pages

Kamis, 21 Maret 2013

Merubah Ideologi Gerakan IMM Dalam Tantangan Modern


Merubah Ideologi Gerakan IMM dalam Tantangan Moderen
Oleh : La Arcan
Sedikit merefleksi kembali tentang pergerakan IMM selama lebih dari 43 tahun berdiri, IMM telah menunjukan eksistensinya dan kiprahnya bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. IMM bukan hanya telah melahirkan banyak alumnus yang tersebar di berbagai link kehidupan bangsa dan negara, tapi juga IMM turut mewarnai sejarah modern Islam Indonesia. Itu semua disebabkan lihainya kader IMM dalam merekrut mahasiswa untuk menyandang gelar IMMawan dan IMMawati sehingga mereka berpradigma holistik mengenai idealnya ideologi IMM itu sendiri. Berbagai model alumnus lahir dari rahim perkaderan IMM. Berbagai tipe alumnus telah bermunculan dari pembelajaran di IMM. Kiprah alumni tumbuh dan progres sesuai panggilan jiwa ke-IMM-annya masing-masing. Free choice to life, seidealnya cara berpikir yang dirindukan setiap kader atau sekomunitas kader IMM dalam kehidupan berorganisasi.
Tapi sayangnya tidak semua alumni IMM selaku kader yang berkiprah dan berperan sebagai aktivis dakwah bisa menjadi teladan. Semua itu disebabkan karena kader tidak mau tahu tentang substansinya. Sehingga kader akan tertelan oleh waktu dan jaman. Dan kader inilah kader yang akan mencederai citra organisasi dimana dia berada. Tapi, sebagian besar kader adalah orang-orang yang hidup dan bukan bersimulasi hidup dan tampil wajar, sesuai profesi masing-masing. Tantangan IMM saat ini sudah menjadi lebih berat.   Kondisi internal dan eksternal yang dinamis, dengan berbagai warna dan dinamikanya, sangat   menuntut adaptasi, kreasi peran, serta kiprah baru yang relevan dan produktif.
IMM juga punya tugas dimana tugas ini adalah mengambil peran konstruktif dalam rangka memajukan bangsa ini. Tentu peran ini bisa dilakukan sebanyak mungkin dengan menciptakan karya berguna bagi bangsa. Secara internal, perkaderan IMM musti diarahkan untuk mendorong kader punya gairah dan kemampuan akan kekaryaan yang kuat. Kotemporer ini bukan lagi saatnya kader-kader IMM bermalas-malasan dan berpangku tangan. Inilah saantya IMM harus berkarya dan bila perlu berprestasi. Ke depan, kader-kader IMM adalah kader-kader yang mempunyai kapasitas mumpuni baik dalam hal profesionalitas maupun kepemimpinan. Dalam konteks ini, dibutuhkan dua jalan yang musti ditempuh untuk menciptakan kader yang unggul. Pertama adalah melalui pendidikan. Kader-kader HMI musti diarahkan agar mencintai bidang ilmu yang ditekuninya sehingga ia akan benar-benar menguasai dan profesional di bidang keilmuannya tersebut. Ia didorong agar bisa melanjutkan jenjang studi yang setinggi-tingginya agar ilmu yang dikuasainya bisa berkembang dan suatu saat benar-benar berguna bagi masyarakat. Kedua, melalui perkaderan yang dilakukan di IMM diharapkan akan menciptakan sosok kader yang bukan hanya pintar secara akademis atau organisasi, akan tetapi juga punya jiwa independensi yang tinggi. Apa gunanya seseorang berilmu tinggi jika jiwanya adalah jiwa yang oportunistik. Perkaderan di IMM akan menciptakan sosok-sosok yang independen sehingga dalam berbuat ia hanya takut kepada Allah dan tidak mudah tergoda oleh tawaran material atau kenikmatan sesaat.
Sebagai organisasi Dakwah, IMM tetap penting dan strategis. Lahan garap mahasiswa, komunitas kaum muda terdidik, adalah wilayah yang lebih unggul daripada kelompok muda lain. Meski tidak sepenting pada zaman pra-kemerdekaan, 1950 sampai 1970, posisi serta peran mahasiswa tetap penting. Mahasiswa mempunyai peluang dan kesempatan untuk melakukan mobilitas sosial menjadi kelas menengah, pada berbagai bidang kehidupan yang semakin terbagi-bagi oleh proses modernisasi. IMM akan tetap hidup, tegak dan terus mampu menjalankan tugas sejarahnya, jika secara sungguh-sungguh mengonsentrasikan diri pada pengaderan mahasiswa yang dengan tajam diorientasikan kepada lahirnya komunitas kelas menengah yang mempunyai kedalaman akademik, intelektual, kemahiran, ketrampilan teknokratis, serta komitmen sosial-politik yang memadai. Tentu, semua dipayungi komitmen dan landasan keislaman yang cukup.
Dalam kaitan tersebut, IMM perlu menjaga, merawat, dan menajamkan pengaderan anggotanya dengan aksentuasi pada beberapa hal pokok. Pertama, pengkajian dan pendalaman Islam adalah sisi mutlak. Kader sangat perlu dibekali wawasan dan inspirasi, pengetahuan, kesadaran dan spirit pergerakan, serta tubuh dan api Islam. Tentu, Islam dalam pengertian dan wajah modernis, pluralis, damai, kontekstual, dan bervisi masa depan. Kedua, pengembangan tradisi intelektual sangat penting dijaga dan dibangkitkan kembali. Itulah salah satu karakter yang menjadi bagian sejarah IMM. Jika sekarang intelektualitas dan tradisi intelektualisme agak menurun, tidak ada jalan lain kecuali menggali kembali "harta karun" tradisi intelektual yang dulu pernah berkembang. Ketiga, pengembangan tradisi kepemimpinan yang demokratis dan mengakar. IMM masih berpotensi menjadi salah satu ladang bagi lahirnya kepemimpinan sipil dari kalangan Islam moderat -berpaham nasionalis-religius Islam. Kader-kader IMM, baik yang terjun lebih cepat ke jalur partai politik, menjadi akademisi atau jalur intelektual di kampus, maupun yang menempa diri di jalur LSM, dituntut tidak hanya mampu dan matang secara dakwah, politik, terampil berorganisasi, dan mahir berkomunikasi sosial, tapi juga semakin dituntut untuk membangun basis dan akar politik yang memadai.
Banyak pula kalangan yang beralasan mengenai kemunduran/kemerosotan IMM dengan mengatakan bahwa IMM tidak merosot sendirian karena toh ormas mahasiswa lain juga mengalami kemerosotan. IMM masih survive akan tetapi tentunya perlu ditilik ulang survive yang seperti apa. Bagi penulis menghibur diri semacam itu bukan cara yang baik bahkan dapat menyesatkan. Tentunya, alangkah lebih baik tentunya jika kita dapat jujur dalam melihat cermin diri kita akan kondisi kekinian IMM. Bukankah suatu kewajiban bagi IMM untuk mendahulukan prinsip the right man on the right place untuk membangun IMM lebih baik bukan the wrong man on the wrong place because  political  oriented  an  sich . Kini kita memasuki abad ke-21 yang penuh tantangan di mana peran dan fungsi tentunya yang harus dikedepankan untuk membawa IMM kembali menjadi organisasi bagi kader umat dan kader bangsa yang menjadi kebanggaan dan harapan masyarakat Indonesia. Buat apa berstatus pengurus Komisariat, pengurus Korkom, pengurus Cabang, pengurus DPD dan DPP tapi tidak dapat memberikan kemajuan bagi IMM. Kemudian dari segi pendanaan organisasi, tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan IMM hanya mengandalkan Pengedaran Proposal bagi kegiatan yang dilakukan tanpa memikirkan transparansi penggunaan dana kepada donatur atau alumni yang telah memberikan dana bantuan tersebut. Selain itu menurut penulis, kini banyak kader maupun alumni yang senang hanya beromantisme sejarah belaka bahkan ada yang melakukan kultus individu terhadap beberapa tokoh IMM. Menurut penulis, rasa kagum merupakan hal yang wajar asalkan kita senantiasa berupaya untuk memperbaiki diri tetapi jangan sampai menjadi kultus individu atau romantisme akut tanpa melihat kondisi kekinian.
Mencermati kondisi saat ini, maka mendesak untuk melahirkan cara pandang baru yang lebih proporsional terhadap sejarah masa lalu. Sehingga dibutuhkan kacamata yang lebih jernih untuk memandang. Sejarah bukan untuk dimitoskan. Prestasi masa lalu tak untuk disanjung- sanjung. Sejarah adalah pelita dan masa lalu adalah lilin penerang bagi masa yang akan datang. Setidaknya semangat ( ghirah ) untuk terus menggelorakan nilai-nilai perjuangan IMM dalam berperan secara nyata bagi umat dan bangsa mutlak untuk senantiasa dipupuk dan diimplementasikan. Hal ini tentu bukan hanya sekadar berani tampil beda. Tapi, kesanggupan merumuskan gagasan-gagasan yang kreatif dan produktif bagi kebangkitan kembali IMM.
Ibarat air sungai, nampaknya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) saat ini sudah sangat jauh dari mata air. Bahkan boleh jadi sudah mendekati muara. Kejernihan air sungai semakin keruh tidak lagi terlihat warna aslinya sebab bercampur dengan ragam "limbah" di sepanjang aliran. Kalaupun nampak kejernihan itu, barangkali hanya bisa dilihat dari catatan sejarah "kebesaran IMM" dan penuturan alumni yang telah mewarnai panggung sejarah Indonesia. IMM nampak kering dan miskin akan nilai-nilai intelektual dan akademis. Budaya organisasi yang mengarah pada tumbuhnya pemikiran baru tidak lagi nampak dan hanya tinggal kenangan. Kondisi IMM yang demikian tentu bukan terjadi tanpa dibarengi sebab, dan dari sadar akan sebab itulah kita bisa secepatnya mengembalikan IMM dalam jalur yang semestinya. Orientasi kader dalam memaknai IMM sebagai wadah perjuangan keumatan dan kebangsaan adalah problem yang sudah lama terkena polusi oleh orientasi politis. Tidak salah memang orientasi ini tumbuh, sebagai salah satu soft skill politik yang semestinya dimiliki kader IMM. Disamping pendewasaan politik bagi setiap kader. Namun budaya yang memacu tumbuhnya nilai-nilai intelektual semestinya tidak boleh ditinggalkan, lebih ditonjolkan, dan mulai kembali dibangun. Sebab IMM menjadi besar dan berkembang tidak semata karena track record para kader dalam bidang politik semata. Justru melalui dimensi pemikiran dan pergerakan itulah IMM memiliki nilai plus.